NAMA KELOMPOK :
M. Aji Soleh Qurtubi (2A213076)
Maurits Richard Jefferson
Reffelia Asbar (2A213027)
Ryan Alfa Devota (2A213142)
KEKUASAAN
DAN WEWENANG ERA REFORMASI
I.
PENDAHULUAN
Pasca pemerintahan orde baru lengser pada
tahun 1998, era reformasi muncul ditahun 1998 sd sekarang. Era reformasi
berlangsung dari tahun 1998 sampai dengan saat ini. Era reformasi sudah
berjalan 15 tahun sejak tahun 1998 pasca pemerintahan orde baru dan muncul
dengan sistem demokrasi. Demokrasi sendiri ialah sebuah pemerintahan dari
rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Begitulah pemahaman yang paling
sederhana tentang demokrasi, yang diketahui oleh hampir semua orang. Berbicara
mengenai demokrasi adalah memperbincangkan tentang kekuasaan, atau lebih tepatnya
pengelolaan kekuasaan secara beradab. Ia adalah sistem manajemen kekuasaan yang dilandasi oleh
nilai-nilai dan etika serta
peradaban yang menghargai martabat manusia.
Pelaku utama demokrasi adalah kita semua,
setiap orang yang selama ini selalu diatasnamakan namun tak pernah ikut
menentukan. Menjaga proses demokratisasiadalah memahami secara benar hak-hak
yang kita miliki, menjaga hak-hak itu agar siapapun menghormatinya, melawan
siapapun yang berusaha melangggar hak-hak
itu. Demokrasi pada dasarnya adalah aturan orang (people rule), dan di dalam
sistem politik yang demokratis warga
mempunyai hak, kesempatan dan suara yang
sama di dalam mengatur pemerintahan di dunia publik. Sedang demokrasi
adalah keputusan berdasarkan suara terbanyak dan akan terpilih secara langsung.
Di era Keterbukaan pada pemerintahan sekarang
ini, masyarakat bisa menilai sendiri dalam kinerja pemerintahan dan juga
masyarakat dapat bisa mengetahui informasi-informasi yang disampaikan dari
pemerintahan pusat sehingga, banyak masyarakat kita yang menyampaikan aspirasi
opini balik lewat berbagai saluran media yang ada. Keterbukaan informasi publik
membawa manfaat banyak bagi masyarakat luas hingga ke pelosok tanah air dan
hanya pesan atau informasi yang disampaikan ke setiap pelosok tanah air harus
penuh perjuangan karena moda transportasi ke pelosok tanah air belum memadai
sehingga pesan nformasi yang disampaikan kepada masyarakat pelosok harus
melalui dialog, saluran radio, media konvensional bertukar pikiran satu sama
lain serta aspirasi masyarakat di pelosok tanah air ditampung dan terima baik.
Semua ada karena dialog, tanpa ada dialog
tidak ada jalan ketemu menjadi bangsa yang besar dan Indonesia bukan pelanjut
masa pemerintahan kerajaan melainkan ada semua karena dialog dalam kenegaraaan
dan masyarakat luas di seluruh Indonesia. Oleh karena itu jangan sekali-kalinya
melupakan sejarah berdirinya bangsa Indonesia dan jangan melupakan 4 pilar
kebangsaan Indonesia. Sudah saatnya generasi muda melanjutkan penerus cita-cita
bangsa Indonesia dan generasi muda tidak boleh melupakan 4 pilar kebangsaan
indonesia.
4 Pilar kebangsaan Indonesia adalah
1. Pancasila
2. UUD 1945
3. Bhineka Tunggal Ika
4. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
II.
PEMBAHASAN
PENGERTIAN
REFORMASI
Reformasi
secara etimologis berasal dari kata “reformation” dengan akar kata “reform”
yang secara semantik bermakna “make or become better by removing or putting
right what is bad or wrong”. Reformasi merupakan bagian dari dinamika
masyarakat, dalam arti bahwa perkembangan akan menyebabkan tuntutan terhadap
pembaharuan dan perubahan untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan perkembangan
tersebut. Reformasi juga bermakna sebagai suatu perubahan tanpa merusak
(to change without destroying) atau perubahan dengan memelihara (to change
while preserving). Dalam hal ini, proses reformasi bukanlah proses
perubahan yang radikal dan berlangsung dalam jangka waktu singkat, tetapi
merupakan proses perubahan yang terencana dan bertahap. Makna
reformasi dewasa ini banyak disalah artikan sehingga gerakan masyarakat yang
melakukan perubahan yang mengatasnamakan gerakan reformasi juga tidak sesuai
dengan gerakan reformasi itu sendiri. Hal ini terbukti dengan maraknya gerakan
masyarakat dengan mengatasnamakan gerakan reformasi, melakukan kegiatan yang
tidak sesuai dengan makna reformasi itu sendiri.
Secara harfiah reformasi memiliki makna suatu gerakan untuk memformat ulang, menata ulang atau menata kembali hal-hal yang menyimpang untuk dikembalikan pada format atau bentuk semula sesuai dengan nilai-nilai ideal yang dicita-citakan rakyat. Oleh karena itu suatu gerakan reformasi memiliki kondisi syarat-syarat sebagai berikut :
Pertama, suatu gerakan reformasi dilakukan karena adanya suatu penyimpangan-penyimpangan. Masa pemerintahan ORBA banyak terjadi suatu penyimpangan-penyimpangan, misalnya asas kekeluargaan menjadi “nepotisme” kolusi dan korupsi yang tidak sesuai dengan makna dan semangat pembukaan UUD 1945 serta batang tubuh UUD 1945. Kedua, suatu gerakan reformasi dilakukan harus dengan suatu cita-cita yang jelas (landasan ideologis) tertentu, dalam hal ini Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara Indonesia. Jadi reformasi pada prinsipnya suatu gerakan untuk mengembalikan pada dasar nilai-nilai sebagaimana dicita-citakan oleh bangsa Indonesia. Tanpa landasan visi dan misi ideologi yang jelas maka gerakan reformasi akan mengarah anarkisme, disintegrasi bangsa dan akhirnya jatuh pada kehancuran bangsa dan negara Indonesia, sebagaimana yang telah terjadi di Uni Soviet dan Yugoslavia. Ketiga, suatu gerakan reformasi dilakukan dengan berdasar pada suatu acuan reformasi. Reformasi pada prinsipnya gerakan untuk mengadakan suatu perubahan untuk mengembalikan pada suatu tatanan struktural yang ada, karena adanya suatu penyimpangan. Maka reformasi akan mengembalikan pada dasar serta sistem negara demokrasi, bahwa kedaulatan adalah ditangan rakyat sebagaimana terkandung dalam pasal 1 ayat (2) UUD 1945. Reformasi harus mengembalikan dan melakukan perubahan ke arah sistem negara hukum dalam arti yang sebenarnya sebagaimana terkandung dalam penjelasan UUD 1945, yaitu harus adanya perlindungan hak-hak asasi manusia, peradilan yang bebas dari pengaruh penguasa, serta legalitas dalam arti hukum. Oleh karena itu reformasi itu sendiri harus berdasarkan pada kerangka hukum yang jelas. Selain itu reformasi harus diarahkan pada suatu perubahan ke arah transparasi dalam setiap kebijaksanaan dalam penyelenggaraan negara karena hal ini sebagai manesfestasi bahwa rakyatlah sebagai asal mula kekuasaan negara dan rakyatlah segaa aspek kegiatan negara. Atau dengan prinsip, bahwa “Tiada Reformasi dan Demokrasi tanpa supremasi hukum dan tiada supremasi hukum tanpa reformasi dan demokrasi”. Keempat, Reformasi diakukan ke arah suatu perubahan kearah kondisi serta keadaan yang lebih baik dalam segala aspeknya antara lain bidang politik, ekonomi, sosial budaya, serta kehidupan keagamaan. Dengan lain perkataan reformasi harus dilakukan ke arah peningkatan harkat dan martabat rakyat Indonesia sebagai manusia demokrat, egaliter dan manusiawi. Kelima, Reformasi dilakukan dengan suatu dasar moral dan etik sebagai manusia yang berkeTuhanan Yang Yaha Esa, serta terjaminnya persatuan dan kesatuan bangsa. Atas dasar lima syarat-syarat di atas, maka gerakan reformasi harus tetap diletakkan dalam kerangka perspektif pancasila sebagai landasan cita-cita dan ideologi, sebab tanpa adanya suatu dasar nilai yang jelas, maka reformasi akan mengarah kepada disintegrasi, anarkisme, brutalisme, dengan demikian hakekat reformasi itu adalah keberanian moral untuk membenahi yang masih terbengkalai, meluruskan yang bengkok, mengadakan koreksi dan penyegaran secara terus-menerus, secara gradual, beradab dan santun dalam koridor konstitusional dan atas pijakan/tatanan yang berdasarkan pada moral religius.
Secara harfiah reformasi memiliki makna suatu gerakan untuk memformat ulang, menata ulang atau menata kembali hal-hal yang menyimpang untuk dikembalikan pada format atau bentuk semula sesuai dengan nilai-nilai ideal yang dicita-citakan rakyat. Oleh karena itu suatu gerakan reformasi memiliki kondisi syarat-syarat sebagai berikut :
Pertama, suatu gerakan reformasi dilakukan karena adanya suatu penyimpangan-penyimpangan. Masa pemerintahan ORBA banyak terjadi suatu penyimpangan-penyimpangan, misalnya asas kekeluargaan menjadi “nepotisme” kolusi dan korupsi yang tidak sesuai dengan makna dan semangat pembukaan UUD 1945 serta batang tubuh UUD 1945. Kedua, suatu gerakan reformasi dilakukan harus dengan suatu cita-cita yang jelas (landasan ideologis) tertentu, dalam hal ini Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara Indonesia. Jadi reformasi pada prinsipnya suatu gerakan untuk mengembalikan pada dasar nilai-nilai sebagaimana dicita-citakan oleh bangsa Indonesia. Tanpa landasan visi dan misi ideologi yang jelas maka gerakan reformasi akan mengarah anarkisme, disintegrasi bangsa dan akhirnya jatuh pada kehancuran bangsa dan negara Indonesia, sebagaimana yang telah terjadi di Uni Soviet dan Yugoslavia. Ketiga, suatu gerakan reformasi dilakukan dengan berdasar pada suatu acuan reformasi. Reformasi pada prinsipnya gerakan untuk mengadakan suatu perubahan untuk mengembalikan pada suatu tatanan struktural yang ada, karena adanya suatu penyimpangan. Maka reformasi akan mengembalikan pada dasar serta sistem negara demokrasi, bahwa kedaulatan adalah ditangan rakyat sebagaimana terkandung dalam pasal 1 ayat (2) UUD 1945. Reformasi harus mengembalikan dan melakukan perubahan ke arah sistem negara hukum dalam arti yang sebenarnya sebagaimana terkandung dalam penjelasan UUD 1945, yaitu harus adanya perlindungan hak-hak asasi manusia, peradilan yang bebas dari pengaruh penguasa, serta legalitas dalam arti hukum. Oleh karena itu reformasi itu sendiri harus berdasarkan pada kerangka hukum yang jelas. Selain itu reformasi harus diarahkan pada suatu perubahan ke arah transparasi dalam setiap kebijaksanaan dalam penyelenggaraan negara karena hal ini sebagai manesfestasi bahwa rakyatlah sebagai asal mula kekuasaan negara dan rakyatlah segaa aspek kegiatan negara. Atau dengan prinsip, bahwa “Tiada Reformasi dan Demokrasi tanpa supremasi hukum dan tiada supremasi hukum tanpa reformasi dan demokrasi”. Keempat, Reformasi diakukan ke arah suatu perubahan kearah kondisi serta keadaan yang lebih baik dalam segala aspeknya antara lain bidang politik, ekonomi, sosial budaya, serta kehidupan keagamaan. Dengan lain perkataan reformasi harus dilakukan ke arah peningkatan harkat dan martabat rakyat Indonesia sebagai manusia demokrat, egaliter dan manusiawi. Kelima, Reformasi dilakukan dengan suatu dasar moral dan etik sebagai manusia yang berkeTuhanan Yang Yaha Esa, serta terjaminnya persatuan dan kesatuan bangsa. Atas dasar lima syarat-syarat di atas, maka gerakan reformasi harus tetap diletakkan dalam kerangka perspektif pancasila sebagai landasan cita-cita dan ideologi, sebab tanpa adanya suatu dasar nilai yang jelas, maka reformasi akan mengarah kepada disintegrasi, anarkisme, brutalisme, dengan demikian hakekat reformasi itu adalah keberanian moral untuk membenahi yang masih terbengkalai, meluruskan yang bengkok, mengadakan koreksi dan penyegaran secara terus-menerus, secara gradual, beradab dan santun dalam koridor konstitusional dan atas pijakan/tatanan yang berdasarkan pada moral religius.
1.
Kebijakan dalam bidang politik
Reformasi
dalam bidang politik berhasil mengganti lima paket undang-undang masa orde baru
dengan tiga undang-undang politik yang lebih demokratis. Berikut ini tiga
undang-undang tersebut.
• UU No. 2 Tahun 1999 tentang partai politik
• UU No. 3 Tahin 1999 tentang pemilihan umum
• UU No. 4 Tahun 1999 tentang susunan dan
kedudukan DPR/MPR
2.
Kebijakan Dalam Bidang Ekonomi
Untuk
memperbaiki prekonomian yang terpuruk, terutama dalam sektor perbankan,
pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional ( BPPN ). Selanjutnya
pemerintah mengeluarkan UU No 5 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen.
3.
Kebebasan Dalam Menyampaikan Pendapat dan Pers
Kebebasan menyampaikan pendapat
dalam masyarakat mulai terangkat kembali. Hal ini terlihat dari mumculnya
partai-partai politik dari berbagaia golongan dan ideology. Masyarakat dapat
menyampaikan kritik secara terbuka kepada pemerintah. Di samping kebebasan
dalam menyampaikan pendapat, kebebasan juga diberikan kepada Pers. Reformasi
dalam Pers dilakukan dengan cara menyederhanakan permohonan Surat Ijin Usaha
Penerbitan ( SIUP ).
4. Pelaksanaan Pemilu
Pada
masa pemerintahan B.J. Habibie berhasil diselenggarakan pemilu multipartai yang
damai dan pemilihan presiden yang demokratis. Pemilu tersebut diikuti oleh 48
partai politik. Dalam pemerintahan B. J. Habibie juga berhasil menyelesaikan
masalah Timor Timur . B.J.Habibie mengambil kebijakan untuk melakukan jajak
pendapat di Timor Timur. Referendum tersebut dilaksanakan pada tanggal 30 Agustus
1999 dibawah pengawasan UNAMET. Hasil jajak pendapat tersebut menunjukan bahwa
mayoritas rakyat Timor Timur lepas dari Indonesia. Sejak saat itu Timor Timur
lepas dari Indonesia. Pada tanggal 20 Mei 2002 Timor Timur mendapat kemerdekaan
penuh dengan nama Republik Demokratik Timor Leste.
Selain
dengan adanya kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh B.J. Habibie, perubahan
juga dilakukan dengan penyempurnaan pelaksanaan dan perbaikan
peraturan-peraturan yan tidakk demokratis, dengan meningkatkan peran
lembaga-lembaga tinggi dan tertinggi negara dengan menegaskan fungsi, wewenang
dan tanggung jawab yang mengacu kepada prinsip pemisahan kekuasaan dn tata
hubungan yang jelas antara lembaga Eksekutuf, Legislatif dan Yudikatif.
Masa reformasi berusaha membangun kembali
kehidupan yang demokratis antara lain :
1. Keluarnya ketetapan MPR RI No X / MPR/1998
Tentang Pokok-Pokok Reformasi.
2. Ketetapan No VII/MPR/ 1998 tentang
pencabutan Tap MPR tentang referendum
3. Tap MPR RI No XI/MPR/1998 tentang
penyelenggaraan negara yang bebas dari KKN.
4. Tap MPR RI No XIII/MPR/1998 tentang
pembatasan masa jabatan presiden dan wakil presiden RI.
SUMBER :
http://politik.kompasiana.com/2013/08/06/era-reformasi-demokrasi-dan-keterbukaan-di-indonesia-579405.html
http://awahyuleksono.blogspot.com/2014/11/tugas-kelompok-softskill-sosiologi-dan.html